Kemajuan di bidang kimia tak terhenti pada konsep dan kajian. Namun,
ilmuwan Muslim membuat tero bosan penting hingga lahirlah industri.
Berbagai produk yang bermula dari inovasi dalam ranah ini bertebaran di
kota-kota Islam. Tak hanya memberi manfaat fungsional, tetapi juga
mendorong kemajuan ekonomi.
Sejak awal, ilmuwan Muslim berkomitmen mengembangkan kimia. Mereka
melakukan kajian dan menuliskannya dalam serangkaian karya. Sejumlah
risalah, misalnya yang ditulis oleh ahli kimia terkemuka, Jabir ibnu
Hayyan, menggambarkan bagaimana menghasilkan zat kimia tertentu, yang
menjadi bahan baku industri secara rinci.
Jabir, ungkap Ehsan Masood melalui karya Ilmuwan Muslim Pelopor Hebat di
Bidang Sains Modern, berhasil menemukan proses kimiawi, seperti
reduksi, sublimasi, dan penyulingan. Dia menciptakan bahan alembik,
tabung penelitian sederhana untuk memanaskan cairan.
Alembik bisa mengubah anggur menjadi alkohol. Namun, di tangan ilmuwan
Muslim, alkohol tidak dialihkan sebagai bahan minuman keras. Sebaliknya,
pembuatan bahan alkohol menjadi proses kunci untuk sejumlah industri
kimia yang berkembang di peradaban Islam.
Termasuk produksi parfum, tinta dan bahan celup, obat-obatan ataupun
bahan kimia tertentu. Jabir juga menemukan jenis asam, antara lain asam
sulfat, asam hidrokolat, dan asam nitrat, yang bisa melarutkan logam
serta banyak dipakai di industri kerajinan logam dan lainnya.
Berbagai penguasaan teknik kimiawi dari sarjana Muslim menumbuhkan
semangat para industriawan. Peradaban Islam lantas memunculkan sederet
industri penting, seperti industri farmasi, tekstil, perminyakan,
kesehatan, makanan dan minuman, perhiasan, hingga militer.
Selain itu, ada juga industri baja, pembuatan kertas, pembuatan keramik,
kerajinan tanah liat, pembuatan gelas dan kaca, pertanian, ekstraksi
mineral, industri logam, dan produk kimia lainnya. Umat Islam pun telah
memiliki pabrik kaca skala besar di beberapa kota di Timur Tengah.
Sentra-sentra industri kaca bermunculan di banyak tempat dan
masing-masing punya ciri khas dalam hal bentuk dan desain. Menurut Ahmad
Y al-Hassan dan Donald R Hill dalam bukunya Islamic Technology: An
Illustrated History, produk umat Islam mencerminkan karakter unik dari
masing-masing pusat pembuatannya.
Sammara, Irak, pada abad ke-9 mejadi salah satu sentra industri produk
tersebut. Selain itu, ada pula di Mosul, Najat, serta Baghdad.
Sedangkan, di Suriah, Kota Damaskus merupakan sentra produksi yang
terkenal meskipun di kota lainnya juga ada, seperti di Aleppo, Raqqa,
Armanaz, Tyre, Sidon, Acre,dan Rasafa.
Al Hassan mengungkapkan, produk yang dibuat di Suriah sangat populer
sepanjang peradaban Islam hingga berkembangnya industri yang sama di
Venesia, Italia, pada abad ke13. Orang-orang Barat mengetahui teknik
pembuatan produk tersebut pada abad ke-13 hingga ke-17, lalu mereka
mengembangkan industri di Eropa.
Di Indishapur, penelitian kimia mengantarkan umat Muslim pada pencapaian
teknologi pemurnian gula. Selanjutnya, inovasi teknik ini dipergunakan
pada industri gula di Khuzistan. Lalu, menyebar ke seluruh negeri Islam
hingga Spanyol. Penemuan penting lain pada era keemasan adalah sabun.
Sentra industri sabun berada di Kufah, Basrah, dan Nablus di Palestina.
Kemajuan industri ini dicatat ahli geografi, al-Maqdisi. Dalam
risalahnya Ahsan al-Taqasim fi Ma`rifat al-Aqalim, ia menyatakan bahwa
Kota Nablus sudah terkenal sebagai sentra produksi sabun pada abad ke-10
dan sebagian hasilnya diekspor ke negara-negara Islam.
Hadirnya produk sabun turut men dorong berkembangnya gaya hidup sehat
dan bersih di kalangan masyarakat Muslim sejak abad ke-7. Bahan utama
pembuatan sabun, ungkap al-Hassan, adalah minyak sayuran, misalnya
minyak zaitun serta minyak aroma.Tokoh penting di balik penemuan formula
pembuatan sabun adalah al-Razi, kimiawan asal Persia.
Ketika itu, sabun yang diproduksi umat Muslim sudah berbentuk sabun cair
dan padat serta menggunakan bahan pewangi dan pewarna. Dokter Muslim
asal Andalusia, Abu al-Qasim al-Zahrawi (936-1013), juga menulis resep
pembuatan sabun di dunia Islam. Selain itu, fondasi industri parfum
ditopang oleh teknik dan rekayasa kimia.
Pembuatan parfum
Dua ahli kimia, yakni Jabir ibnu Hayyan dan al Kindi, melalui berbagai
penemuan dalam proses kimia sanggup menghasilkan formula luar biasa yang
bermanfaat bagi pembuatan parfum dengan aneka jenisnya. Sejumlah ahli
lainnya juga menaruh perhatian besar terhadap teknik pembuatan parfum.
Tak kurang dari sembilan risalah teknis bagi produksi parfum sudah
dihasilkan, seperti disampaikan al Ishbilli, kimiawan Muslim berpengaruh
pada abad ke-12.
Namun, harus diakui, pengembangan industri parfum di dunia Islam
mencapai tahapan mengagumkan berkat kontribusi Ibnu Hayyan. Dia dijuluki
Bapak Kimia Modern. Tak tanggung-tanggung, tokoh ini melahirkan
beberapa metode penting, seperti penyulingan, penguapan, dan
penyaringan, yang sangat efektif untuk mengambil aroma wewangian dari
tumbuhan dan bunga dalam bentuk minyak.
Intinya, umat Islam menorehkan prestasi tinggi. Terutama, dengan
dikembangkannya teknik dan proses ekstraksi wewangian melalui teknologi
distilasi uap. Pencapaian ini sangat berpengaruh pada kemajuan industri
parfum masa berikutnya. Bahan ramuan parfum temuan ahli kimia Muslim
banyak diikuti oleh kalangan industri parfum di dunia Barat.
Demikian halnya industri mesiu mengalami pencapaian signifikan sejak
abad ke-7. Seorang ahli kimia bernama Khalid bin Yazid memperkenalkan
bahan potasium nitrat yang menjadi bahan utama pembuatan mesiu. Karya
Ibnu Hayyan dan alRazi juga menyinggung soal potasium nitrat.
0 komentar:
Posting Komentar